Posted by : Sara Amijaya Monday 25 November 2013


Judul                     : Perjalanan Hati 
 Penulis                  : Riawani Elyta
 Editor                  : Dewi Fita
Perancang sampul   : Dwi Annisa A
Penerbit                : RakBuku
Cet I                     : 2013
Tebal                    : 194 hal. 

Review buku:

Perjalanan hati bertutur tentang Maira yang kembali melakukan backpacker ke anak gunung Krakatau ketika tiba-tiba saja sebuah “dosa” masa lalu suaminya terkuak dengan kedatangan seorang mantan kekasih suaminya dulu, Donna.

Dalam tour yang digawangi agen perjalanan milik  Ibra (adik Maira), ia pun bertemu Andri. Rekan sesama pecinta alam yang dulu ketika mereka bersama kerap dijuluki sebagai “the best couple”. Pertemuan yang sebenarnya memang sebagian tujuan dari perjalanan Maira itu.

 “…..aku sedang ingin memastikan arah hatiku, keyakinanku, bahwa pernikahanku dengan Yudha  adalah sesuatu yang memang kuinginkan dan kuimpikan, sehingga apapun rintangannya, seberat apapun itu tetap akan kuhadapi asalkan pernikahanku bisa terus bertahan” (hal 113).

Ya backpacker kali ini bukan sekedar pengobat rindu akan hobinya sebelum menikah, Maira lebih  ingin memastikan arah hatinya sendiri. Mempertahankan rumah tangganya dengan segala rintangannya ataukah hatinya justru masih lebih condong pada sosok Andri. Sosok yang dulu begitu diharapkannya, namun tak pernah bersikap serius terhadap hubungan mereka.

Di perjalanan itu pula Maira mendengar, hal yang dulu begitu ingin didengarnya dari Andri.
“Sayangnya, aku terlambat menyadari, bahwa perasaanku padamu, itu sesuatu yang serius” (hal 71)

Maka, kemanakah hati Maira merasa lebih condong? Bagaimana pula sikap Yudha ketika menyadari Maira ternyata melakukan perjalanan bersama Andri ?? Apakah perasaan bersalah atas dosa masa lalunya membuatnya membiarkan Maira bersama dengan lelaki lain?? Dan bagaimana pula sikap Yudha terhadap Donna? Apakah rasa kasihan juga rasa bersalah membuat Yudha luluh dan mempertaruhkan keutuhan rumah tangganya bersama Maira???
----------

Sebagai penyuka genre thriller, mistery, suspect, dan sejenisnya, maka membaca genre romance terkadang menjadi bacaan berat untukku. Dan karenanya aku mengapresiasi sekali buku-buku romance yang ketika membuka halaman awalnya mampu membuatku untuk tetap membacanya bukan alih-alih segera tertidur.

Untuk genre kesukaanku, biasanya aku tak akan melewatkan satu kalimatpun di setiap halamannya. Karena dalam genre seperti ini terkadang setiap kata akan merujuk pada sebuah petunjuk penting. Akan halnya genre romance yang main streamnya itu-itu saja dan tidak berubah dari zaman baheula, maka kepiwaian penulis dalam meracik kata dan konflik akan sangat mempengaruhi prosentase skimming halaman demi halaman dalam buku tersebut.

Perjalanan hati,  salah satu genre romance besutan Riawani Elyta, yang juga merupakan buku kedua yang kuselesaikan setelah beberapa waktu lalu membaca Hati memilih.

Jika menilik kecepatan membacaku kali ini yang juga tanpa skimming satu halamanpun tampaknya tulisan romance ala Riawani Elyta kali ini sudah mengalami kemajuan ya (ehem, tentu aja menurut versiku lho… ^_^).

Dengan diksi yang sederhana, untaian kata RE berhasil memikat pembaca.  Rasanya saya bisa membayangkan sosok dan karakter masing-masing tokoh juga merasakan apa-apa yang mereka rasakan.

Mungkin RE sengaja lebih memfokuskan novel ini pada dilema yang harus dituntaskan oleh hati Maira ya? Karena bagi saya di pihak Yudha sendiri, konflik hatinya kurang terasa. Donna itu terlalu “lempeng” sebagai seorang mantan dengan apa-apa yang sudah terjadi di antara mereka. Yudha tampaknya tidak melakukan pergulatan batin yang cukup “dalam”. Di dunia nyata langka deh perempuan seperti Donna ^_^.

Dan mungkin karena saya “merasa” mengenal penulis secara pribadi, saya sedikit berekspektasi bahwa karya-karya yang dihasilkan RE akan memuat sebuah “nilai” lebih. Tidak sekedar nikmat dibaca tapi tetap bernilai dakwah.

Eh maksud saya begini, saya suka novel ini. Saya suka pesan yang ingin disampaikan penulis. Saya menuai hikmah dari apa yang saya baca: keutuhan rumah tangga itu harus diperjuangkan kedua belah pihak, keterbukaan antar pasangan itu penting, membiarkan pasangan lebih mengenal kita itu perlu, memaafkan dan menerima masa lalu pasangan sebagai bagian dari komitmen pernikahan itu sebuah hal yang luar biasa, dan seterusnya. Hanya saja saya berharap lebih.

Novel ini yang sudah keren dengan semua alur, konflik, diksi dan sebagainya mungkin akan lebih keren jika RE menyelipkan pesan “keberagamaan” sesuai yang dianutnya. Lihat saja perjalanan panjang Maira selama backpacker, pernahkah ia sholat?
 
Mungkin RE sengaja menyetingnya demikian agar novel ini bisa diterima semua kalangan. Atau memang Maira ingin ditampilkan sebagai sosok yang tidak terlalu religius. Tapi sebagai orang yang berniat menyebarkan manfaat lewat tulisan saya rasa tak ada salahnya mengingatkan kewajiban sholat bagi para backpacker. Dan itu sangat mungkin dilakukan oleh tokoh Maira jika saja penulis menginginkannya.

Saya juga tergelitik dengan sebuah kalimat:
 “….dosa-dosa elo masih segambreng buat dikikis satu-satu kalo Cuma ngandelin sholat doang”. (hal 59)

Secara keseluruhan cerita saya sangat memahami konteks kalimat tersebut. Tapi pemilihan kata itu tetap menggelitik hati kecil saya. Bagaimanapun sholat itu adalah tiangnya agama. Dan setiap dosa itu seperti yang juga terselip dalam novel ini adalah hak prerogatif Allah untuk mengampuni ataukah menghukum pelakunya.

Sebenarnya karena menilik pribadi penulis yang memang santun dan sholehah (insyaallah) itulah saya berekspektasi bahwa melalui karya-karyanya yang diminati beragam pasar, penulis bisa mengingatkan kewajiban umat tentang ibadah sholat yang sekarang tampaknya sudah demikian mudah diabaikan oleh pemeluknya. Tidak perlu dengan karya yang memang berlabel “islami” tapi justru dalam beragam genre yang memang dikuasai dengan baik oleh penulisnya.

Dan, mungkin saya agak sukar menyampaikan harapan-harapan saya ini. Tapi saya berharap semoga penulis bisa menangkap maksud saya dan sudi memaafkan sedikit kelancangan saya ini.

Akhirnya, semoga mbak Lyta bisa terus menghasilkan karya-karya yang semakin mencerahkan pembaca ke depannya.
==================================
Meski tulisan ini saya tujukan khusus untuk  mba Lyta, tapi rasanya gak salah jika sekalian meramaikan event beliau:




- Copyright © Sara's Talk - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -