Posted by : Sara Amijaya Wednesday 23 October 2013

Judul                : Kisah cinta Insan dan Kamil
Penulis             : Kinoysan
Penerbit           : Mutiara Media
Tahun terbit     : 2011
ISBN               : 979-878-109-0

Sinopsis buku:
"Kamu benar-benar keterlaluan, Insan. Saya tidak bisa tolerir perbuatan kamu. Mulai malam ini kamu saya skors satu bulan!" teriak Kamil dengan kemarahan yang meluap. Bintang dan Bella terlihat puas mendengar keputusan Kamil. Insan sampai menangis menerima keputusan yang sepihak itu. "Saya tidak melakukan kesalahan, Pak Kamil..."
Sebuah novel ringan yang sangat menghibur, khas Kinoysan, dengan cerdas meramu rangkaian cerita menjadi menarik untuk ditelusuri lembar demi lembar. Menggambarkan lika-liku kehidupan cinta Insan dan Kamil. Menyajikan dengan cantik sebuah pertanyaan yang selalu menggelayut dalam sanubari kita: Pada sisi mana takdir Allah akan berpihak?

=====================================
“Dengan lincah dan cekatan Insan memoles wajahnya yang segar. Dia mengoleskan lipstick merah ceria. Gerakan tangannya pasti dan terampil. Ia memasangkan seluruh aksesoris yang ada pada tempatnya. Terakhir, mengenakan cincin berlian di kedua jari manisnya. Tak lama jemari lentiknya menyambar syal sutra yang lembut dan cantik…” (hal 8)

Membaca paragraf di atas, seperti apa kawan membayangkan sosok Insan??? Kalau aku jelas membayangkan sosok wanita karier yang gaul, trendy, stylist,  high class gitu deh. Dan jika ternyata belakangan disebutkan bahwa Insan adalah seorang hafidzah. Hafal 30 juz Al-Qur’an. Wow….sejujurnya entah aku harus takjub atau geleng-geleng kepala, luar biasa sekali imajinasi penulisnya ya.


Jadi singkatnya, novel ini mengisahkan lika-liku kisah cinta Insan, seorang desainer jenius yang mengepalai tim kreatif dan Kamil, big boss Insan di perusahaan tersebut. Di perusahaan tersebut ada pula Bintang, pacar Insan selama 5 tahun yang akhirnya berselingkuh dengan Bella, rekan kerja Insan yang selalu iri dengan pencapaian karier Insan.

Ketika Insan patah hati, Kamil mulai tertarik pada Insan yang smart dan santun. Insan yang masih belum bisa melupakan Bintang, dan terhantui bayangan Pingkan (mantan tunangan Kamil)  merasa belum mantap sehingga terus menunda pinangan Kamil.

Pada dasarnya novel ini asyik untuk dinikmati. Gaya bertuturnya lincah, ceria. Ringan dan menghibur. Persaingan keras di tempat kerja, persahabatan dan pencarian cinta sejati, dikisahkan dengan cukup menghibur. Seharusnya novel ini bisa menjadi novel yang “dalam”, ketika berlahan-lahan para tokoh utamanya digambarkan merindukan kehidupan yang lebih baik secara spiritual. Insan yang akhirnya memutuskan berhijab. Kamil yang ternyata dulunya “ikhwan” dan kini merindukan kembali masa-masa itu dan ingin membaktikan dirinya pada dakwah. Yang akhirnya  membangun masjid di desa sebagai pusat dakwah dan menguatkan perekonomian masyarakat setempat dengan bantuan modal terhadap pengusaha-pengusaha kecil.

Yang sungguh-sungguh kusayangkan adalah “paksaan” penulis untuk membuat para tokohnya benar-benar menjadi “islami”.

Bayangkan saja, meski seorang desainer yang berkiblat pada mode di italia dan paris yang juga memiliki butik lingerie ternyata Insan ini seorang hafidzah.

Hafidzah itu bukankah seorang penghafal Qur’an, orang yang harus senantiasa menjaga hafalan Qur’annya. Jadi bagaimana mungkin bisa seseorang menjaga hafalannya dengan beban kerja yang dikejar deadline, yang mengharuskannya lembur hingga malam. Waktu luangnya dipakai menonton kartun, membaca buku, atau membuat sketsa desain. Baru berhijab saat sudah hafal 30 juz, berpacaran hingga 5 tahun, berdua-duaan dengan muhrimnya, dll. Begitulah hafidzah yang digambarkan penulis dalam buku ini? Bagaimana membuat tidak miris….

Demikian pula dengan Kamil, bos perusahaan fashion besar. Yang hidupnya dikelilingi para model, yang patah hati karena ditinggal tunangannya, yang sholat seingatnya saja (diterangkan dalam novel) ternyata ujung-ujungnya adalah seorang hafidz. Bagaimana mungkin sodara-sodara?????

Pun para hafidz/hafidzah di novel ini bekerja di bidang fashion yang berkiblat pada mode di Itali dan Paris, bisa dibayangkan baju-baju seperti apa yang mereka produksi dan pasarkan.

Terkaitan hafidz/hafidzah inilah novel ini terasa menjadi dangkal dan dipaksakan. Sungguh aku khawatir jika para kawula muda membacanya dan menangkap pesan moral dalam novel ini  sebagai: boleh saja tidak menutup aurat, boleh saja berpacaran, asal kelakuan tetap baik, syukur-syukur bisa jadi hafidzah.

Tetapi mungkin saja, maksud penulis adalah : “Semua orang, siapapun dia asal ada kemauan bisa jadi hafidz/ah. Dan jangan lupa Hafidz/ah itu juga manusia”. Tetapi yang dilupakan penulis adalah, sesungguhnya menjadi hafidz Qur’an itu tidak mudah  sekaligus memiliki konsekuensi moral yang berat

Meskipun fiksi, sungguh mengecewakan jika bergeser terlalu jauh dari fakta. Terkecuali jika fiksi tersebut sekaligus fiksi fantasi, maka no offense deh…


- Copyright © Sara's Talk - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -