Posted by : Sara Amijaya Tuesday 7 August 2012


Tak terasa sudah setahun lebih, kami bermukim di tempatku lahir dan tumbuh besar.  Sebuah kecamatan kecil di ujung Kalimantan Timur. Adalah tadir yang menetapkan aku diterima bekerja di tanah kelahiranku setelah 5 tahun berkeliling mengikuti suamiku mutasi dari satu daerah ke daerah lainnya. Maka, kali ini menjadi giliran suamiku yang mengurus mutasinya untuk pindah mengikutikuJ.


Suamiku berasal dari kota besar Palembang. Dan tentu bukan hal mudah baginya ketika ikhlas menyertaiku ke pelosok Kalimantan. Sebuah daerah kecamatan yang jelas sangat berbeda dengan hiruk pikuk kota Palembang. Kota kecilku minim hiburan ataupun tempat rekreasi. Dengan cepat Kejenuhan  melanda suamiku yang memang dari sononya berwatak moody.

Tahun ini kami sepakat memutuskan untuk tak pulang ke Palembang. Selain karena aku tak mendapat cuti, biaya pulang pergi jelang lebaran tentu meroket tinggi. Sebagai konsekuensinya suamiku memintaku membuatkannya mpek-mpek, salah satu jajanan khas Palembang yang menjadi pavoritnya. 

Dengan senang hati kuterima konsekuensi itu. Apalah susahnya membuat mpek-mpek pikirku saat itu. Terlebih 2 tahun bermukim di Palembang membuatku mendapat warisan resep dari ibu mertua. Maka tanpa banyak kesulitan suatu sore aku berhasil menghidangkan mpek-mpek pada suami dan anak-anakku.  Setelah mencicipinya suamiku terdiam lama, tentu aku menjadi deg-deg plas apa segitu tidak enaknya pikirku. Dengan tak sabar aku mengguncang lengannya “gimana bang?” tanyaku was-was. Jawabannya sungguh tidak pernah aku duga “Dek mulai Ramadhan kita buka warung mpek-mpek”. Dueeeng….masih mencerna aku bertanya lagi “ itu artinya mpek-mpek buatanku enak?” Tak menjawab suamiku dan anak-anak asyik memakan mpek-mpek tersebut sampai tak bersisa.

Waktu berlalu, aku melupakan pernyataan suamiku saat itu. Beberapa hari menjelang ramadhan suamiku tampak sibuk sekali, memesan lemari kaca, membuat meja dan lain-lain. “Untuk apa?” tanyaku kemudian. “Ya untuk jualan mpek-mpek lah “ jawabnya santai.

Huaaa….ternyata ia bersungguh-sungguh, harusnya aku sudah menduga karena memang seperti itulah suamiku. Sejujurnya aku sedikit keberatan, membayangkan setiap kerepotan membuat mpek-mpek ditengah jadwal kantor yang tidak libur di saat Ramadhan. Wah benar-benar nggak deh. Tambah lagi di daerahku mana ada ikan giling yang siap olah seperti saat di Palembang dulu.

Untuk membuat mpek-mpek tentu aku harus membersihkan ikan, memisahkan daging, kulit dan tulangnya sendiri untuk kemudian menggiling daging ikan tersebut. Bagian yang memamakan waktu dan tidak aku sukai, terlebih ketika sedang berpuasa. Dengan mode on cemberut aku menyatakan ketidaksetujuanku.


Akhirnya suamiku, sebagai pencetus ide yang tetap kukuh dengan idenya  itu mengambil alih penanganan ikan hingga menjadi ikan giling yang siap olah. Cemberutku mengurai, aku tak keberatan jika sekedar membuatnya. Maka Ramadhan ini kesibukanku bertambah, syukurnya pekerjaan kantorku berakhir setelah dzuhur. Aku masih punya waktu leluasa untuk membuat berbagai varian mpek-mpek untuk dijual sore harinya. Dengan bantuan seorang karyawan kami mulai membuka warung mpek-mpek di Ramadhan kali ini. Hasilnya, Alhamdulillah menggembirakanJ 
aneka varian mpek-mpek (image from google, gak sempat moto jualan sendiri tapi ya begini ini rupanya...hehehe)


Awalnya aku sempat meminta pada suamiku untuk memulai berjualan setelah Idul Fitri berlalu, namun suamiku bersikeras untuk tetap memulainya saat bulan Ramadhan. “Insyaallah ada berkah Ramadhan yang tertuai dalam jerih payah kita. Pun berjualan makanan itu membantu orang-orang yang sedang tidak sempat membuat makanan untuk berbuka sendiri”. Suamiku juga kerap membagi-bagi secara gratis mpek-mpek tersebut pada orang-orang sekitar. Alhamdulillah, Allah senantiasa mencukupkan dan bahkan menambahkan rezeki untuk keluarga kami.

Saat ini aku mulai terpikir, bahwa sesuatu yang awalnya terasa berat namun setelah dijalani Alhamdulillah penuh berkah dan tak lagi memberatkan. Oh ya dengan berjualan mpek-mpek tidak saja aku mendapat rezeki lebih tapi juga ternyata ampuh untuk mengobati rasa kangen suamiku kepada kota kelahirannya. Bagaimana tidak, suamiku tak lagi berkesempatan untuk merasa jenuh ataupun kangen ditengah-tengah kesibukan kami yang baru.

Lomba Blog Pojok Pulsa Agustus 2012

- Copyright © Sara's Talk - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -