Posted by : Sara Amijaya Tuesday 29 May 2012



“Bersediakah kau menjadi istriku???”  pertanyaan mengejutkan itu menghantarkan beribu mawar ke dalam relung hatiku.
“ Baik jadi yang pertama, kedua, ketiga, atau bahkan yang keempat???” Haa…gubrakkk…tuing…tuing…kujewer kupingku apa salah denger ya??? Kalau begini sih beribu mawar plus duri-durinya nih.
“Maksudnya bagaimana tuh” Aku bertanya berlagak bodoh padahal asli aku emang bingung, kaget dan gak karuan.
“Gak ada maksud apa-apa, jawab aja yes or no!” balasnya singkat
“Harus sekarang ya? Gak boleh mikir dulu gitu?”
“ Ya harus sekarang. Kalau gak pertanyaan dan pernyataan tadi gak berlaku lagi”
Oh My god, pria macam apa yang melamarku ini ckckck…

“Ok, aku bersedia…insyaallah”
Oh My god,  aku terkaget-kaget dengan suara yang keluar dari mulut emberku. wanita macam apa aku ini yang bisa-bisanya menerima lamaran aneh ini…..
----------------

Dua tahun setelah pernyataan tersebut, pria itu resmi menjadi suamiku. Jadilah di kursi pelaminan aku berbisik pelan padanya “Ssssst…bang, ngomong-ngomong ane yang keberapa ni statusnya?”  Harap-harap cemas aku menunggu  jawabnya.
 “ Alhamdulillah…yang pertama” Ujarnya sambil tersenyum.
 “Kok cemberut??? Berharap kujawab apa? Yang kedua atau keempat?” Tanyanya menggodaku…
“Pengennya abang menjawab yang pertama dan terakhir gitu” balasku gemas. Tawanya meledak hingga para tamu kebingungan. Wah kubayangkan seperti apa rupa rumah tanggaku ke depan ckckckck….

Tahun pertama berlalu. Kami, tepatnya aku seolah lupa akan hal tersebut. Suamiku sosok penyayang yang penuh tanggung jawab, keras pada dirinya, tapi begitu lembut pada semua salah dan khilafku. Menjagaku seolah Kristal yang bisa pecah setiap saat. Hmmm…aku tersanjung.

Kebahagiaan kami terus bertambah dengan kehadiran seorang bidadari kecil. Dan lagi-lagi aku menemukan satu sisi pada diri suamiku, Ia begitu kasih pada anaknya, begitu telaten merawat dan menjaga kami. Hingga aku bertanya-tanya dimana ujung kebahagiaan ini….

Hingga tahun ketiga pernikahan kami, tak ada yang berubah. Kejailan-kejailannya yang membuatku memberengut kesal seolah menjadi bumbu penyedap kehidupan kami. Akhirnya aku tak tahan lagi, ini waktunya bertanya dan memastikan semuanya…
“Bang, ingat gak soal istri kedua, ketiga, dan keempat itu?” tanyaku to the point.
Suamiku langsung tersenyum jail “ Kenapa…kenapa…sudah gak sabar ya menerima madu?”
Weleh-weleh…ni orang emang bikin bĂȘte  batinku semakin kesal.
“Serius deh, sampai detik ini aku penasaran bagaimana se maksudnya? Abang serius mau nikah lagi? Sudah ada calonnya? Berapa? Siapa? Dimana??” cecarku cepat
Boro-boro cepat-cepat menanggapi kegelisahanku, jawabnya sungguh mengesalkan
 “ Addaaa  aja…mau tau aja siiihhh”
Saking keselnya aku menangis sejadi-jadinya. Saat itulah aku mendengar suara lembutnya terasa sangat serius…duarius malah.
 “ Aku tak pernah berniat menikah lagi, paling tidak begitulah rasanya hingga saat ini…”
“Tapi…” aku tak jadi meneruskan protesku saat ku tangkap isyaratnya. Tampaknya ini hal penting yang gak akan diulanginya lagi jadi aku harus mendengarkan dengan seksama, merekamnya bila perlu, begitu kira-kira arti isyarat matanya.
“Saat bertanya demikian, aku hanya ingin memastikan bahwa wanita yang akan kunikahi adalah wanita sholehah yang bersedia menjalankan syariat islam secara kaffah (menyeluruh), termasuk menerima syariat poligami yang banyak ditentang orang”
“Aku ingin kita sama-sama meyakini kebenaran syariat itu. Soal menjalankannya atau tidak itu adalah pilihan, dan aku sampai saat ini memilih untuk belum melakukannya, karena aku tak merasa mampu bersikap adil. Sekarang mengertikah kau maksudnya???”
Seraya mencerna aku mengangguk-angguk “ Dan lagi jika berpoligami aku ingin mendapat restu dari semua, darimu, orang tua kita, dan keluarga besar kita, karena aku ingin bersikap adil pada semua istriku dan tidak menjadikan salah satu dari mereka terkucil atau merasa seperti istri simpanan, jadi intinya poligami itu gak mudah sayang” ujarnya sembari menjentik hidungku.
“ Kalau abang mau poligami, aku ingin jadi yang pertama tau”  sungguh tak terasa berat hatiku mengucapkan kata-kata itu. Karena aku yakin pemahamannya akan agama akan membuatnya bijak bertindak.
 “ Tentu, jika toh sampai takdirnya aku harus berpoligami, maka aku menyerahkan pemilihan calonnya padamu….deal???”
Dengan cepat kuterima uluran tangannya “Deal…” ucapku keras sambil tersenyum
---------------------

 “Bang…bang…ada cewek cantik tuh…”
Dengan antusias suamiku celingukan “Mana…mana…mana…?” Saat menemukan makhluk sexy yang kumaksud suamiku mengangkat kedua jempolnya kemudian membaliknya ke bawah “ Itu mah lewat….kemana-mana masih menang istriku” ujarnya tersenyum jail seraya melirikku.
“loh…liat dong, bodynya aduhai, tinggi semampai, rambutnya panjang berjuntai-juntai…bukannya tipe abang banget tuh”
“wah…kamu mang gak niat deh, kalu serius mau menikahkan abangmu ini, carikanlah calon yang sepadan. Seseorang yang bisa kau jadikan saudara bukan musuh”
“iya…iya…gak usah panjang lebar deh ya, aku kan memberi kesempatan cuci mata mbok disyukuri gitu”
Suamiku tertawa, akupun tertawa, kami tertawa lepas bersama…
-------------------
Kini 6 tahun berlalu,  suka duka terangkum indah dalam mahligai cinta kami. Dua bidadari penyejuk mata menambah indahnya dunia kami. Pembicaraan dan pencarian mengenai calon-calon istri bagi suamiku masih terus mengalir, menunggu hingga waktu menemukan muara bagi pencarian tersebut.
*******


- Copyright © Sara's Talk - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -